Selasa, 23 Februari 2010

filosofi bangsa

Hari ini gw belajar mengenai salah satu pelajaran dalam hukum. ternyata sang dosen menyerempet-menyerempet soal dasar negara ini. Selama SD, SMP, SMA, hal yang gw pelajari adalah indonesia berdasarkan demokrasi pancasila. Menjunjung ekonomi kerakyatan sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD'45. mencapai kesejahteraan, prosperity, wealth, dan kebebasan setiap warga negaranya. Ketika membaca buku yang membahas soal indahnya dan begitu agungnya nilai dalam Pancasila, sempat bisa membawa kita masuk dalam euforia yang begitu mempesona. Segala sesuatu terdengar ideal, seperti yang diimpikan oleh para founding father kita.

Namun, ketika kita sedang duduk di ruang tamu dengan AC bertemperatur 20'C, kue2 sisa imlek terpampang diatas meja, dan duduk di sofa empuk sembari menyalakan televisi, semua bayangan mengenai indahnya cita-cita yang diamanatkan para bapak bangsa, seolah-olah cuma cerita dongeng bagi anak kampung yang sampai saat ini belum mendapat listrik. Ya, kenyataannya yang terjadi di lapangan adalah kebalikan dari indahnya naskah UUD'45 dan berbanding terbalik mulianya dengan nilai Pancasila. Indonesia kini bukan berdasarkan ekonomi kerakyatan, tapi berdasarkan kapitalisme. Kini hukum alam yang berlaku, siapa kuat, dialah yang bertahan. Wahai saudara-saudara ku yang miskin dan pengangguran, tidak ada tempat bagimu berpijak di bumi ini. Para buruh hanya bisa duduk terdiam, ketika pengusaha membuat peraturan baru bagi perusahaan yang merugikan mereka. Apa daya, daripada tidak ada pekerjaan, ikuti sajalah. Pemerintah seolah tunduk pada pengusaha, karena takut modal lari keluar negeri. Ketika para petani menangis karena harga pupuk yang begitu tinggi, pemerintah sibuk mengurus draft impor beras dari luar negeri. Ketika isu pemanasan global dibela oleh warga masyarakat, oknum pejabat bajingan yang berlabel koruptor memberikan izin pembabatan hutan secara liar. Hei para bapak bangsa, lihatlah kini nasib Indonesia.

Ya, kini hal yang terjadi sungguh memilukan. Ketika para anggota dewan sibuk berpolitik dengan kasus bank yang sedang heboh, di daerah2 pedalaman , warga negara Indonesia meraung kesakitan dan kelaparan. Ketika para pemimpin menaiki mobil baru karena berhasil menduduki posisi ternama, ribuan anak-anak di desa sedang berjalan kaki begitu jauhnya untuk sekolah.
Apakah kita terlalu didoktrinisasi bahwa sosialisme-komunis adalah hal yang salah? apakah selama sekolah diajarkan bahwa ajaran Karl Max dari Eropa Timur itu adalah suatu dosa? Lihat sisi positifnya! Sosialis mengajarkan kesamaan, tidak ada diskriminasi dalam hidup, tidak perlu ada perbedaan karena semua manusia adalah sama. Bukankah pada dasarnya itu adalah sebuah kebenaran? Saya akui memang sulit untuk melakukan perubahan, terutama perubahan fundamentalis menyangkut stigma yang sudah menempel dalam masyarakat. Hei kau kaum proletar, dan aku borjuis. Dan kamu hanya pembantu, aku adalah majikan, semua stigma itu melekat terlalu erat, sehingga perubahan tidak bisa dilakukan sendiri. Mari bersama-sama membangun Indonesia, kearah yang lebih baik..

0 komentar: