Minggu, 23 Mei 2010

Kegagalan pelayanan

Bulan desember nanti, saya dan tim teater drama saya berencana untuk mengisi acara natal di sebuah pos pelayanan tempat ibadah saya di daerah Jawa Tengah sana. Cukup jauh, dan tentunya butuh persiapan extra karena ini bukan acara main-maian. Lantas, ketika bercerita ttg hal ini kepada seseorang, ia menjawab " ngapain kesana?? disana jemaatnya sedikit. Mending ke tempat lain yang lebih rame orangny." Mungkin ia bermaksud untuk berkata, ngapain cape2 kesana, yang nntn cuma dikit, buang2 uang dan tenaga. Saya cuma bisa tersenyum, dan langsung teringatakan sebuah cerita.

Dahulu, di sebuah negara di Eropa, seorang misionaris dikirim untuk mengabarkan injil ke sebuah pedalaman di Afrika. Dengan penuh optimisme, dia sampai di Afrika dan mulai hidup bersama dengan penduduk lokal. Namun keadaaan yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya. Penduduk disana bebal dan tidak mau diajar, yang berdampak pada buruknya pelaksanaan misi yang diembannya. Tak disangka, 3-4 tahun telah berlalu, setiap kali dia berkotbah hanya ada 1 ank remaja yang senantiasa mengikutinya. Bayangkan jika teman2 nasrani yang mengabarkan injil selama 3-4 tahun, cuma ada 1 yang ikut! Dipastikan itulah kegagalan terbesar yg mungkin pernah ada. Bayangkan anda berkotbah, hanya didepan 1 orang.

Alhasil, ketika evaluasi tsb sampai di telinga petinggi2 dari misionaris tsb, diputuskanlah misinya berakhir karena tidak bisa memberikan dampak signifikan terhadap masyarakat disana. Sang misionaris pulang dengan perasaan kecewa karena pelayannannya gagal. Ia menitipkan sebuah alkitab kepada anak remaja yang senantiasa setia menemaninya. Sekitar 10-15 tahun kemudian, ada sebuah tim misionaris yang berkeinginan memulai pelayanan baru di daerah bekas misionaris yang dahulu. Sumber informasi meberitahu bahwa disana tidak ada tmpt ibadah, orangnya bebal dan rusak moralnya. Sudah pernah ada penginjilan, namun gagal!

Maka berangkatlah tim tersebut, dan ketika sampai di tempat itu, semua tersentak! bagaimana tidak, di daerah yang konon gagal pelayanannya, berdiri sebuah gereja dan seluruh penduduk tsb adalah jemaatnya. Loh?!? Bagaimana bisa?? Bukankah tidak ada orang yang mendengar kotbah sang misionaris, kecuali satu anak remaja?!? isa ditebak memang, anak remaja tsb lah yang memberi dampak perubahan pada seisi daerah tersebut.
Sy tidak mau berlama2 di cerita ini, the end aja deh..:D

Terkadang ketika kita melakukan suatu hal, kita terpaku pada kuantitas, pada jumlah, pada abanyakanya orang yang datang. Namun kita lupa bahwa hal yg lebih penting adalah kualitas. Bukan banyak/sedikitnya orang yang menentukan keberhasilan, namun kualitas lah yang berbicara. Mungkin terkadang ketika kita membuat sebuah acara dalam persekutuan seringkali kita kecewa karena yang datang tidak lebih dari 10orang. Langsunglah kita mennagis, marah dan kecewa, kok yg datang sedikit. Namun permisi numpang tanya, apakah kita dalam kapasitas menilai suatu pekerjaan berhasil atau tidak? Sy hanya ingin mengingatkan, tugas kita hanya bekerja dan melayani, urusan berhasil atau tidak itu urusan yang DIATAS. Jangan fokus kepada jumlah, namun fokuskanlah bagaimana orang dapat kita ubah kualitasnya, tidak peduli 1, 10, atau 100 orang sekalipun..

Read more...

Minggu, 16 Mei 2010

RoeTi

Masih ingat dengan kisah HOME? Ladang pelayanan saya di area Roxy sana. Tragis, itu kata yang mau gw ungkapkan. Terakhir gw pergi kesana adalah September 2009. Pernah datang sekali ketika maret 2010, namun cuma buat anterin calon donatur. Melihat kondisi yang sekarang, hati gw miris. Dulu tempat ini pernah menjadi tersohor, namun karena masalah yang fundamental, tempat itu kini menjadi pesakitan. Hidup segan mati tak mau. Struggling and surviving around this circumstances.
HOME memang kini berganti nama menjadi RoeTi(Roemah Hati). Tempat yang pernah gw bayangkan akan menjadi besar dan bisa memenangkan banyak jiwa. I expect a lot of hope and desire there. Namun benar, rencana manusia belum tentu sejalan dengan rencanaNya.
Saat ini, gw sendiri sudah mengambil satu keputusan untuk turut membangun dan memperbaiki tempat tsb. Sempat ragu dengan jumlah anak2 yang menurut gw kok semakin berkuranng. Namun kuantitas bukan masalah fundamental. Meski cuma 2-3 anak pun yang mau belajar, gw akan tetap ada disana. Banyak hal yang baik terjadi dalam hidup gw, kini saatnya gw bagikan kepada orang lain. Khususnya adik2 gw disana.

Masalah yang tak kalah seru adalah, gw ud bilang gw gak akan pernah ngajar, karena gw gak bisa sama yang namanya ngajar. Makanya gw gak pernah parttime jadi guru ngajar les ke rumah anak2, meski banyak temen2 gw yang secara akademis jauh dibawah gw yang malahan ngajar.(sory bro, no offense..:D)
Dan tuntutan di RoeTi tentunya adalah kemampuan untuk mengajar. Mati gw! dalam hati seolah ingin berteriak minta kerjaan lain. Ngangkat beras kek, jadi tukang tambal ban kek, apa kek asalkan jangan ngajar. Well, ternyata bukan masalah bisa atau tidak, tapi bersediakah dan maukah untuk belajar mengajar???

Jadi, biarlah diingat, Jumat,14 Mei 2010 adalah momen perdana gw ngajar. ada 5 anak yang diajar, dan duduk di kelas 5. Ngajar nya ga tanggung2, IPA(belajar kulit bumi, kerak bumi, jenis batuan.. oh crap...)
Namun, selepas ngajar gw tersenyum. At least, i've proved that what i learn about peace and love, not just in my mouth, not just in my mind, but it's true i did. hahaha..

Semoga RoeTi terus ada untuk menjadi berkat..

Read more...

reminder

Kamis kemarin(13/05), saya datang, duduk, dan mengikuti suatu acara keagamaan yang dirayakan sebagai libur nasional juga. Hal yang cukup menarik perhatian adalah sosok pembicaranya yang konon katanya melayani banyak sekali orang di Papua. Waktu yang dipakai dia untuk berbicara cukup panjang, karena setelah dilihat2 waktu yang dipakai dalam rangkaian acara lebih kurang adalah 3,5 jam. Jujur, saya sendiri tidak hafal, ingat, apalagi mencatat apa2 saja yang dia katakan. Namun ada beberapa poin yang akan saya bagikan, mesaki terkesan terfragmentasi satu sama lain, karena juga digabungkan dengan apa yang sy dapat hari ini dalam ibadah.

1.Kapan terakhir anda memberikan makan kepada orang lain? Hal ini smpt membuat saya terenyuh dan merenung. Saya ingat tahun 2006 pernah memberikan sepotong roti kepada pemulung dibawah jembatan layang. Saya ingat seusai acara natal, kue2 yang saya dapatkan saya berikan kepada pemulung di Grogol. Saya ingat selepas latihan drama, saya memberikan sebungkus nasi padang kepada homeless people di jembatan 3. Wauw, hebat bukan ingatan saya?!? Namun justru itu adalah hal yang memalukan! Saya hanya ingat pernah memberikan 3kali makan kepada orang. Bukankah itu berarti saya mengingat perbuatan baik yang saya lakukan, dan jumlahnya hanya 3kali?!? Sebaliknya yang terjadi apabila saya sudah SERING dan SELALU memberikan makan kepada orang, tentunya saya tidak akan pernah ingat kapan dan berapa kali sy memberikan makan kepada orang. Karena sudah BIASA. a big slap on my face. Saya masih kurang berbuat kebaikan. Kata orang perbuatan baik jangan dihitung, sy menghitung perbuatan baik bukan karena melanggar norma tsb, namun memang terlalu sedikit yg sy lakukan.

2.Jangan pernah menghina orang lain. Orang2 awkward or nerd like we know, sering jadi bahan tertawaan. Apalagi saya yang konon katanya paling jago dan hebat mentertawakan orang, even this people has an ordinary look like the other. Just for joke i said. But, a bigger slap on my face again. Sang pendeta dengan lantang berkata, jangan pernah menghina orang lain. Awww, ini penyakit lama saya yang sulit untuk disembuhkan. Sejelek apapun orang, saya tidak punya HAK untuk menertawakan dia.

3.Sebagai orang yang punya Tuhan yang pengasih, apakah saya sebagai makhluk hidup juga punya kasih. Ilustrasi yang diberikan adalah telur bebek. Saya adalah garam. Untuk mengasinkan sebutir telur bebek, tidak dibutuhkan waktu yang lama. Namun, kenapa banyak 'garam2' tidak bisa mengasinkan. Yang saya takutkan adalah saya membuat orang darah tinggi dengan 'garam yang buruk'. Merefleksikan hidup saya, bahwa seringkali saya menjadi garam bukan mengasinkan, malah bikin darah tinggi. dan matii..:D

3poin ini masih sedikir dari beberapa hal yang mau sy tulis, sayang lupa! hahaha..
tulisan mendatang kiranya akan menambah bbrp pelajaran baru. Bravo kulinerista!

Read more...

Jumat, 07 Mei 2010

degradasi moral

pelajaran ini saya dapatkan(tepatnya kembali diingatkan) sekitar 2-3 minggu lalu, di sebuah ruangan besar, nyaman, adem dan ramai diduduki orang2 yang mencari Tuhan. Zaman kini banyak orang yang menanyakan standar/kriteria sesuatu agar lebih beragama mau disamakan dengan ajaran agama tersebut. COntoh praktisnya, apakah boleh minum minuman keras(es batu kali..) di dalam ruangan ibadah, apakah boleh berciuman di puncak Monas, bla bla bla. Banyak sekali pertanyaan mengenai etika yang berkenaan dengan agama, yang mau dikomparisikan dengan isi ajaran agama tsb. Hampir semua bertanya mengenai jawaban boleh atau tidaknya sesuatu hal dilakukan. Boleh ini gak, kalau begitu boleh ga. Sayangnya, menurut saya, nilai yang saya dapatkan beberapa saat lalu tsb, pertanyaannya harusnya bukan 'boleh atau tidak'

Dasarkanlah pertanyaan tersebut pada suatu kajian nilai dengan frasa 'baik atau tidak'. Setelah dipikir2, ada benarnya juga, banyak lagi benarnya. Mengapa harus menanyakan sesuatu diperbolehkan atau tidak, padahal kita bisa menemukan jawaban tersebut jika distandarkan pada kebaikan atau tidak. Kadang saya suka senyum2 sendiri ketika berusaha mengaplikasikannya. Sebagai contoh, ketika mau komen status teman di facebook dengan nada negatif, maka saya bertanya boleh ga sih sebagai orang beragama komen kaya begono, akhirnya 'klik!',baik atau tidak sih kalau komen kaya begitu, dan akhir kata saya mengurungkan niat tersebut.

So, cobalah berpikir panjang ketika ingin melakukan suatu hal, tanyakanlah pada diri sendiri, apakah hal tersebut baik untuk dilakukan atau malah menimbulkan efek negatif pada akhirnya. Berhentilah bertanya, boleh atau ngak yaa...:D

Read more...