Rabu, 07 Desember 2011

kemana perginya damai Natal

Natal, dahulu menjadi suatu euforia tersendiri bagi saya. Acara-acara yang menyenangkan, dekorasi indah yang membangun suasana, lagu-lagu yang mengalun pun memberikan suatu suasana tersendiri. Damn, i miss that moments. Jadi orang yang bisa merasakan sukacita natal memang menjadi hadiah tersendiri bagi saya waktu itu. Dan Natal pun jadi hal indah yang menutup tahun, semangatnya memberi saya inspirasi menjalani hari dan tahun yang baru. Wah, kalau membayangkannya bisa membuat saya merinding dan mungkin agak terharu, bisa merasakan Natal yang seperti itu.

Tapi itu dulu . . . . .


Kini, Natal bagi saya seperti sebuah ajang colosseum ; damai natal yang digadang-gadangkan dan konon bisa menjadi berkat bagi mereka yang merayakannya, bagi saya hanyalah sebuah jargon kosong. Natal kini menjadi ajang eksplotasi bagi merek yang punya hati untuk melayani, dan khususnya talenta yang ada. Bayangkan dalam 20 hari didalam Desember, jadwal padat muncul ke permukaan. Hal-hal yang tidak terbayangkan pun tiba-tiba bisa masuk didalam daftar kegiatan yang harus saya lakoni. Tersiksa ya, bersyukur pun kadang harus dipaksakan. Saya rasa ada yang salah dengan konsep Natal ini. Apakah mungkin saya yang harus menyalahkan diri sendiri karena terlalu aktif di gereja? Atau mungkin saya harus berubah jadi orang pasif supaya tidak ditunjuk untuk ini dan itu. Konyol memang kedua pilihan diatas, namun saya harus memilih. Memilih untuk kebaikan saya sendiri. Ini sudah tidak sehat menurut saya. Manusia dieksploitasi sedemikian rupa, tanpa pernah melihat kondisi dalam manusia itu sendiri.




Bayangkan, ketika saya menyusun jadwal saya sendiri, saya bisa tercengang, meskipun masih kalah dibanding orang-orang sibuk nan penting yang lainnya.



Menjadi ketua panitia Natal di kantor, yang setiap minggu harus ikut menyanyi bersama vocal groupnya, sementara harus mempersiapkan diri utk konser Natal, tidak lupa harus menyusun bahan dan memimpin acara persekutuan pemuda di gerejanya sembari mengingat dia akan menjadi singer untuk ibadah Umum pada 25 Desember dan tidak lupa menjadi pemusik untuk acara tutup tahun. --edited-- Kadang saya berpikir untuk meminta agar salah satu diambil saja, saya rela daripada saya jadi penuh tekanan.






Sebagai konklusi, saya harap kedepannya institusi bernama gereja dan orang-orang yang bernaung didalamnya bisa memikirkan konsep natal tanpa eksploitasi, tanpa perlu membebani orang dengan hal-hal yang berat dan merepotkan. Karena kini Damai natal bagi saya sudah menjadi cerita lalu, dan entah kenapa saya rasa saya bukanlah satu-satunya orang yang berpikir demikian dan tentunya merasakan hal yang demikian pula.





Jikalau saya harus memilih, mungkin saya akan memilih pilihan kedua, menjadi makhluk pasif, yang bodoh dan tidak berinisiatif, sehingga mereka tidak lagi melihat saya sebagai orang yang kredibel untuk diberikan tanggung jawab pelayanan.




Merry Christmas in advance :D

0 komentar: