Selasa, 30 Juni 2009

Prosedur perkawinan yang sah

PENDUDUK BERAGAMA ISLAM


Prosedur Perkawinan Sah

Bagi penduduk yang beragama Islam, prosesi pernikahan dan pendaftaran dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan domisili laki-laki atau perempuan. Berikut prosedur perkawinan sah:

A. Kedua calon mempelai mendaftarkan kehendak melangsungkan perkawinan. Kehendak ini dilakukan secara lisan atau tertulis oleh calon mempelai atau orang tua atau walinya (Pasal 4 PP Nomor 9 Tahun 1975). Kehendak ini wajib dilakukan minimal 10 (sepuluh) hari sebelum upacara perkawinan dilangsungkan. Namun, hal ini dapat dikesampingkan dengan alasan tertentu yang dituangkan dalam surat dispensasi dari Camat setempat. Kedua calon mempelai harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Menyerahkan fotokopi Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk.

2. Memperoleh surat keterangan dari Kelurahan setempat. Surat ini didapat dari kediaman masing-masing mempelai. Surat-surat ini meliputi:

· N1: Surat Keterangan untuk Nikah

· N2: Surat Keterangan Asal Usul

· N3: Surat Keterangan Persetujuan Mempelai

· N4: Surat Keterangan tentang Orang Tua

· N5: Surat Keterangan Izin Orangtua bilamana calon mempelai wanita masih berada di bawah 21 tahun tetapi sudah melampaui umur 16 tahun. Apabila calon istri belum mencapai umur 16 tahun maka meminta dispensasi dari pengadilan (Pasal 7 ayat (2) UU Perkawinan). Untuk calon suami yang belum mencapai umur 19 tahun dan masih berada di bawah 21 tahun harus meminta keterangan dispensasi pengadilan (Pasal 7 ayat (2) UU Perkawinan) yang nantinya akan dilampirkan ke Kantor Urusan Agama (KUA).

Surat ini didapatkan dengan membawa Surat Pengantar dari RT/RW, yang menerangkan bahwa kedua calon mempelai itu akan melangsungkan pernikahan.

3. Pas foto ukuran 2 x 3 sebanyak 3 lembar untuk KUA. Foto calon pasangan suami istri terpisah.

4. Surat keterangan dari KUA setempat apabila calon mempelai bertempat tinggal di luar ruang lingkup KUA tempat mereka mendaftar. Untuk laki-laki disebut surat numpang nikah dan untuk perempuan disebut rekomendasi.

5. Akta cerai bagi mereka yang telah melangsungkan pernikahan sebelumnya, baik duda maupun janda.

6. Membuat surat pernyataan belum pernah menikah bagi calon mempelai yang berusia diatas 23 tahun.

Apabila syarat-syarat ini belum terpenuhi maka akta pernikahan tidak dapat dibuat. Pasangan yang mendaftarkan kehendak untuk melangsungkan perkawinan, tetapi selama 3 (tiga) bulan tidak melengkapi persyaratan yang diperlukan, maka pendaftaran kehendak tersebut dianggap batal demi hukum.

B. Setelah dipenuhinya tata cara dan syarat-syarat pemberitahuan serta tiada suatu halangan perkawinan, Pegawai Pencatat menyelenggarakan pengumuman tentang kehendak melangsungkan perkawinan dengan cara menempelkan pengumuman tentang pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan di suatu tempat yangtelah ditentukan. Pengumuman ini berisikan:

a. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman dari calon mempelai dan dari orang tua calon mempelai; apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin disebutkan nama isteri dan atau suami mereka terdahulu;

b. Hari, tanggal, jam dan tempat perkawinan akan dilangsungkan.

C. Setelah 10 (sepuluh) hari pengumuman, maka pernikahan dapat dilangsungkan. KUA menyiapkan surat-surat nikah dan wali nikah. Wali nikah terbagi menjadi 2 ( dua ) yaitu:

· Wali yang mempunyai hubungan keluarga, disebut Nashab.

· Wali yang tidak ada hubungan keluarga, misalnya hakim.

Perkawinan tersebut dilakukan dengan tatacara Islam, yaitu dengan ijab kabul, memberikan mas kawin, serta dihadiri saksi dari kedua belah pihak.

D. Setelah menikah, mereka menandatangani Akta Nikah dan Buku Nikah, yang telah disiapkan sebelumnya oleh petugas KUA. Akta nikah merupakan arsip negara, yang dibuat rangkap 2 (dua), yaitu untuk KUA sebanyak 1 (satu) buah dan 1 (satu) untuk Pengadilan Agama. Buku nikah merupakan kutipan dari akta nikah. Tanpa adanya buku nikah dan akta nikah dari petugas KUA, maka penghulu tidak berani menikahkan kedua mempelai sebab pasti ada persyaratan yang belum dipenuhi.

Bagi pasangan yang melangsungkan pernikahan di KUA, tanda tangan mereka dibubuhkan di Akta Nikah dan Buku Nikah. Namun, apabila mereka menikah di tempat lain, seperti masjid, hotel, dan sebagainya maka tanda tangan dibubuhkan di Daftar Pemeriksaan Nikah. Dengan selesainya tahap ini, maka perkawinan mereka telah sah dan tercatat dengan resmi.


BAGI PENDUDUK NON-ISLAM

Lembaga Catatan Sipil adalah suatu lembaga admisnistrasi kependudukan yang melakukan pencatatan peristiwa penting yang dialami warga masyarakat. Menurut Pasal 1 (17) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, peristiwa penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan. Setiap Penduduk wajib melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialaminya kepada Instansi Pelaksana dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (Pasal 3).

Lembaga Catatan Sipil berbeda fungsi dengan Kantor Urusan Agama. Lembaga Catatan Sipil hanya mengurus pencatatan administrasi kependudukan seperti perkawinan, bukan lembaga yang mengadakan proses perkawinan sekaligus pencatatan seperti yang dilakukan KUA. Keduanya juga berbeda secara struktur administrasi Negara. Lembaga Catatan Sipil, yang nama lengkapnya adalah Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, berada di bawah Departemen Dalam Negeri, sedangkan KUA berada di bawah Departemen Agam

Sebelum dikeluarkannya UU Administrasi Kependudukan, pencatatan perkawinan dan perceraian di Catatan Sipil hanya dilakukan bagi Penduduk yang tidak beragama Islam (Pasal 1 angka 18 Perda DKI Jakarta Nomor 4 Tahun 2004). Perkawinan maupun perceraian dari penduduk beragama Islam dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan saja.

Akan tetapi setelah UU Administrasi Kependudukan ini berlaku, KUA Kecamatan pun harus melaporkan data hasil pencatatan perkawinan dan perceraian kepada Kantor Catatan Sipil provinsi setempat dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah pencatatan perkawinan dilaksanakan (Pasal 34 ayat (5)). Memang Penduduk beragama Islam tidak perlu langsung melapor kepada Catatan Sipil bila menikah, namun tugas KUA lah untuk melaporkan hal tersebut ke Catatan Sipil.

  1. Prosedur Perkawinan Sah Bagi Penduduk Non-Islam

A. Pemberkatan Secara Keagamaan

Perberkatan ini prosedurnya bergantung pada kebijakan tiap agama. Agama Katolik, misalnya mengharuskan umatnya untuk mengambil Kursus Persiapan Perkawinan sebagai syarat untuk melangsungkan perkawinan. Agama Katolik juga akan melakukan penyelidikan kanonik kepada calon mempelai, Penyelidikan ini dilakukan untuk mengetahui apakah berada dalam larangan pernikahan atau tidak seperti masih terikat hubungan darah, masih terikat dalam hubungan perkawinan atau tidak dll. Setelah semua persyaratan telah dipenuhi, maka calon mempelai akan diberikan pemberkatan pernikahan di Gereja.

B. Pendaftaran di Catatan Sipil.

Berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, persyaratan pendaftaran perkawinan di catatan sipil adalah:

1. Surat dari Kelurahan Setempat, yang terdiri dari:

· N1: Surat Keterangan untuk Nikah

· N2: Surat Keterangan Asal Usul

· N3: Surat Keterangan Persetujuan Mempelai

· N4: Surat Keterangan tentang Orang Tua

· N5: Surat Keterangan Izin Orangtua bilamana calon mempelai wanita masih berada di bawah 21 tahun tetapi sudah melampaui umur 16 tahun

Untuk mendapatkan surat-surat ini, dibutuhkan surat pengantar dari RT/RW tempat calon mempelai tinggal.

2. Surat Tanda Pemberkatan Keagamaan

3. Fotokopi Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akte Kelahiran.

4. Untuk Warga Negara Asing (WNA), dibutuhkan Passport, Surat Tanda Melapor Diri (STMD) dari Kepolisian, Surat dari Kedutaan / Konsul / Perwakilan Negara Asing yang bersangkutan, SKK dari Imigrasi.

5. Pas foto 4 x 6 melintang yang menunjukkan kedua calon mempelai berdampingan sebanyak 5 (lima) lembar.

6. Fotokopi KTP 2 (dua) orang saksi perkawinan tersebut

Pendaftaran ini, menurut Pasal 34 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan, wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan.

C. Pembuatan Akta Perkawinan

Berdasarkan Pasal 34 ayat (2), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan. Maka perkawinan mereka telah tercatat secara resmi.

Selain cara ini, pemberkatan secara keagamaan dapat dilakukan bersama-sama dengan pencatatan perkawinan. Ketentuan inilah yang terdapat pada Bab II – IV Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Prosedurnya adalah sebagai berikut:

A. Melakukan pemberitahuan secara lisan atau tertulis kepada Dinas Catatan Sipil Provinsi setempat. Pemberitahuan Dinas Catatan Sipil ini dilakukan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari sebelum hari perkawinan dilangsungkan.

B. Calon mempelai harus memenuhi segala persyaratan, seperti yang diperlukan untuk pendaftaran perkawinan.

C. Setelah dipenuhinya tata cara dan syarat-syarat pemberitahuan serta tiada suatu halangan perkawinan, Pegawai Pencatat menyelenggarakan pengumuman tentang kehendak melangsungkan perkawinan dengan cara menempelkan pengumuman tentang pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan di suatu tempat yangtelah ditentukan. Pengumuman ini berisikan:

1. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman dari calon mempelai dan dari orang tua calon mempelai; apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin disebutkan nama isteri dan atau suami mereka terdahulu;

2. Hari, tanggal, jam dan tempat perkawinan akan dilangsungkan.

D. Setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak pengumuman, perkawinan dilangsungkan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Perkawinan tersebut dilaksanakan di hadapan Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi (boleh laki-laki atau perempuan).

E. Sesaat sesudah dilangsungkanya perkawinan secara agama, kedua mempelai menandatangani akta perkawinan yang telah disiapkan oleh Pegawai Pencatat berdasarkan ketentuan yang berlaku.

F. Akta perkawinan yang telah ditandatangani oleh mempelai itu, selanjutnya ditandatangani pula oleh kedua saksi dan Pegawai Pencatat yang menghadiri perkawinan. Maka perkawinan telah tercatat secara resmi.

G. Akta perkawinan dibuat dalam rangkap 2 (dua), helai pertama disimpan oleh Pegawai Pencatat, helai kedua disimpan pada Panitera Pengadilan dalam wilayah Kantor pencatatan Perkawinan itu berada. Kepada suami dan isteri masing-masing diberikan kutipan akta perkawinan.

0 komentar: